Intoleransi, dalam bentuk apa pun, adalah ancaman serius bagi keharmonisan sosial. Di tengah masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, Sekolah Menengah Pertama (SMP) memiliki misi pendidikan yang sangat penting: melawan intoleransi dan menumbuhkan bibit-bibit toleransi di kalangan remaja. Ini bukan sekadar mata pelajaran tambahan, melainkan sebuah komitmen kolektif untuk membentuk generasi yang mampu menghargai perbedaan, merangkul keberagaman, dan membangun kerukunan.
Misi pendidikan toleransi di SMP harus diimplementasikan secara holistik, bukan hanya melalui ceramah, tetapi juga melalui pengalaman langsung. Salah satu caranya adalah dengan menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif, di mana setiap siswa merasa diterima tanpa memandang latar belakang suku, agama, ras, atau golongan. Kegiatan kolaboratif antar siswa dari berbagai kelompok, seperti proyek seni bersama, diskusi kelompok lintas budaya, atau festival kebudayaan, dapat menjadi sarana efektif. Pada tanggal 18 Mei 2025, sebuah SMP di Jawa Tengah mengadakan “Festival Keragaman Budaya” di mana siswa menampilkan tarian, lagu, dan kuliner dari berbagai daerah dan agama, mendorong interaksi positif dan menghilangkan stigma.
Selain itu, kurikulum juga dapat diadaptasi untuk secara eksplisit mengajarkan nilai-nilai toleransi. Misalnya, dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, guru dapat membahas konflik-konflik sejarah yang dipicu oleh intoleransi dan bagaimana hal itu dapat dicegah. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, karya sastra yang mengangkat tema persatuan dalam perbedaan dapat dianalisis. PMI, sebagai contoh, melalui program Palang Merah Remaja (PMR), dapat mengajarkan pentingnya membantu sesama tanpa memandang identitas, memperkuat misi pendidikan kemanusiaan. Pada hari Senin, 24 Juni 2025, dalam pelatihan PMR di sebuah SMP di Makassar, relawan dilatih untuk memberikan pertolongan pertama kepada siapa pun yang membutuhkan, tanpa diskriminasi, menekankan prinsip dasar kepalangmerahan.
Peran guru sangat sentral dalam misi pendidikan ini. Guru harus menjadi teladan sikap toleran, bersikap adil kepada semua siswa, dan mampu memfasilitasi diskusi tentang perbedaan dengan bijaksana. Sekolah juga dapat mengundang narasumber dari berbagai latar belakang, termasuk tokoh agama atau perwakilan komunitas adat, untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan. Pada tanggal 7 Juli 2025, Dinas Pendidikan Kota Surabaya mengadakan lokakarya bagi guru-guru SMP tentang strategi mengelola keberagaman di kelas dan cara mengatasi potensi konflik yang muncul dari perbedaan, melibatkan praktisi pendidikan yang berpengalaman.
Pada akhirnya, melawan intoleransi di SMP adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa. Dengan menanamkan nilai-nilai toleransi, empati, dan penghargaan terhadap perbedaan sejak dini, SMP berkontribusi mencetak generasi muda yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berhati mulia, mampu hidup berdampingan secara harmonis, dan menjadi duta perdamaian di tengah masyarakat yang beragam. Ini adalah fondasi penting untuk membangun Indonesia yang lebih kuat dan bersatu.