Di tengah arus deras informasi dan konektivitas global di era digital, tantangan untuk menjaga identitas kebangsaan semakin kompleks. Oleh karena itu, membentuk Generasi Pancasila yang tidak hanya memahami tetapi juga mengamalkan pilar kebangsaan menjadi sangat krusial. Artikel ini akan membahas bagaimana nilai-nilai Pancasila tetap relevan dan bahkan menjadi kompas utama bagi kaum muda dalam menavigasi dunia digital yang serba cepat.
Generasi Pancasila adalah mereka yang mampu menerapkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial dalam setiap aspek kehidupan, termasuk di ranah daring. Misalnya, dalam menghadapi hoaks atau ujaran kebencian yang mudah tersebar di media sosial, sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mendorong mereka untuk berpikir kritis, memverifikasi informasi, dan tidak menyebarkan konten yang dapat merugikan atau memecah belah. Pada 14 Februari 2025, 50 siswa kelas 9 SMP Teladan Bangsa mengikuti lokakarya literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), di mana mereka diajarkan cara mengidentifikasi berita palsu dan etika berkomunikasi di media sosial.
Nilai Persatuan Indonesia juga sangat relevan bagi Generasi Pancasila di era digital. Media sosial seringkali menjadi arena polarisasi, namun pemahaman akan pentingnya persatuan mendorong kaum muda untuk menghargai perbedaan dan membangun jembatan komunikasi. Contohnya, pada 20 Maret 2025, 30 siswa SMP Bhinneka Raya berpartisipasi dalam proyek “Desain Konten Damai”, di mana mereka membuat poster atau video singkat yang menyerukan toleransi dan persatuan untuk disebarluaskan di platform digital. Kegiatan ini menunjukkan bagaimana kreativitas digital bisa digunakan untuk memperkuat kohesi sosial.
Selain itu, sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan mengajarkan pentingnya dialog dan musyawarah, bahkan dalam diskusi daring. Generasi Pancasila diharapkan tidak langsung menghakimi atau menyebarkan kebencian, melainkan mencari solusi melalui diskusi konstruktif. Peran kepolisian siber, misalnya, seringkali bekerja sama dengan sekolah untuk memberikan edukasi tentang konsekuensi hukum dari pelanggaran etika digital, memperkuat pemahaman siswa akan tanggung jawab dalam berekspresi.
Dengan demikian, membentuk Generasi Pancasila di era digital bukan berarti anti-teknologi, melainkan bagaimana nilai-nilai luhur Pancasila menjadi filter dan panduan. Melalui pemahaman yang mendalam dan pengamalan nyata, kaum muda dapat tumbuh menjadi individu yang cerdas digital sekaligus berkarakter Pancasilais, siap menghadapi tantangan zaman dan berkontribusi positif bagi bangsa.